Sumber Utama Kabar Terkini Prabowo Subianto yang Terpercaya
Berita  

Tidak Ada yang Boleh Dirugikan

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno meminta OTA asing di Indonesia untuk mematuhi regulasi yang berlaku di Tanah Air. Foto/istimewa

JAKARTA – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menanggapi keluhan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang merasa dirugikan oleh Online Travel Agent (OTA) asing di Indonesia yang tidak membayar pajak. Menurut Sandi, masalah ini harus segera diselesaikan agar tidak menciptakan preseden buruk.

“Masalah ini harus segera diselesaikan, tidak boleh ada pihak yang dirugikan di dalam kegiatan pariwisata. Semua harus saling menguntungkan,” katanya di Kantor Kemenparekraf, Senin (23/7/2024).

Menurut Sandi, persoalan tersebut jangan sampai menciptakan preseden buruk dalam dunia pariwisata yang sedang berusaha bangkit setelah pandemi. Terlebih lagi, hal ini dapat mencoreng citra baik dari industri pariwisata di Tanah Air.

“Jadi kalau misalnya ada sengketa, kita akan mediasi dan fasilitasi karena semuanya adalah pelaku industri pariwisata. Jangan sampai ini dijadikan preseden dan nanti ada pihak yang dirugikan serta mencoreng citra baik dari industri pariwisata,” ucapnya.

Terkait OTA asing yang hanya terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), namun belum mendirikan Badan Usaha Tetap (BUT) sehingga sulit dikenakan pajak, Sandi menegaskan bahwa pelaku usaha OTA asing tersebut harus mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. “Mereka harus mengikuti ketentuan regulasi yang ada,” tegas Sandi.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda, mengungkapkan bahwa pajak dari OTA asing seharusnya dapat disetorkan ke kas negara. “Pungutan pajak dari OTA asing seharusnya dapat disetorkan ke kas negara,” ujar Nailul.

Nailul menegaskan bahwa pemerintah harus maksimalkan pengenaan pajak kepada OTA asing dengan memastikan bahwa mereka memiliki BUT di Indonesia. “PPN yang dipungut bisa dikreditkan untuk mengurangi pajak yang disetorkan ke kas negara,” jelasnya.

Meskipun OTA asing telah mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat, pada kenyataannya pajak tetap dibebankan kepada pihak hotel. Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki BUT. “Penyetoran pajak dengan dokumen yang tercatat harus benar-benar diawasi,” tegasnya.

Selain itu, OTA asing juga harus mendirikan kantor perwakilan di Indonesia untuk memudahkan konsumen dalam menangani masalah reservasi. Selain itu, hal ini juga akan memudahkan petugas pajak dalam validasi data perpajakan. “Dengan adanya kantor perwakilan, petugas pajak kita tidak akan kesulitan saat melakukan validasi data,” tuturnya.

Isu penertiban OTA asing telah lama disuarakan oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Selama ini, hotel terpaksa harus menanggung beban pajak tersebut.

“Mereka membebankan pajak kepada kami, pihak hotel, padahal seharusnya OTA lokal yang membayar, bukan kami. Hal ini tentu memberatkan kami,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PHRI, Maulana Yusran, Rabu, 17 Juli 2024.

Exit mobile version