Berita  

Tulisan yang diinginkan: Pergerakan Politik Jokowi dalam Menghadapi Rencana Gibran sebagai Cawapres yang Diragukan

Pengamat politik dari UIN Jakarta, Ali Munhanif, mengatakan bahwa jika Presiden Jokowi tetap memaksakan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawapres), maka pasangan Gibran-Prabowo kemungkinan besar akan kalah dalam Pilpres 2024. Ali menjelaskan bahwa pasangan ini akan kehilangan dukungan publik yang semakin kuat. Dia juga mengatakan bahwa upaya politik untuk mencawapreskan Gibran akan terus diawasi oleh publik. Manuver politik sebelumnya, seperti wacana perpanjangan masa jabatan dan penambahan masa jabatan presiden, telah terbukti gagal. Ali mengingatkan bahwa jika pencalonan Gibran hanya merupakan exit strategi dari rangkaian wacana tersebut, hal tersebut tidak akan mudah dilakukan, karena publik akan terus memantau agar demokrasi tidak diarahkan oleh mereka yang hanya ambisius terhadap kekuasaan. Jika Jokowi dan partai tetap memaksa pencawapresan Gibran, Ali menyatakan bahwa pasangan Prabowo-Gibran akan kalah, kecuali mereka menggunakan alat-alat kepolisian, melakukan kecurangan, atau menggunakan cara-cara yang tidak fair dalam proses pemilihan. Ali juga menyebut pencalonan Gibran akan menyinggung budaya politik di Indonesia dan PDIP sangat marah dengan hal tersebut. Menurut Ali, pencalonan Gibran akan rumit dan dianggap sebagai tindakan yang tidak terpuji dalam mempertahankan kekuasaan. Ali juga menyebut bahwa Jokowi bisa saja berubah sikap terkait pencawapresan Gibran, mengingat ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa umur capres/cawapres dipertanyakan keabsahannya. Sentimen publik terhadap politik dinasti kemungkinan akan terus meningkat, sehingga pencalonan Gibran akan dianggap blunder dan tidak akan meningkatkan popularitas Prabowo Subianto. Demontrasi massa tidak akan berpengaruh terhadap Jokowi, namun yang akan mempengaruhi adalah sentimen publik terhadap politik dinasti dan adanya keraguan terhadap Mahkamah Konstitusi. Semua hal ini akan membentuk persepsi masyarakat bahwa demokrasi di Indonesia didominasi oleh orang-orang yang ambisius terhadap kekuasaan.