Berita  

“Mahfud MD Kritik RUU Perampasan Aset DPR: Dampak dan Tantangan”

Menko Polhukam Mahfud MD menyoroti kelambanan DPR dalam menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Sejak RUU tersebut diajukan pada bulan Mei 2023, DPR belum memberikan respons atau memulai pembahasannya. Mahfud menegaskan pentingnya untuk segera mengkaji RUU tersebut, terutama karena Indonesia merupakan salah satu anggota tetap Financial Action Task Force (FATF) atau Satgas Anti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dunia. Meskipun tindakan perampasan aset telah berlaku sebelumnya, Mahfud menekankan bahwa RUU tersebut perlu dirundingkan lebih lanjut dan disahkan dengan cepat.

Di sisi lain, Mahfud mencatat bahwa meskipun belum ada UU Perampasan Aset, penegak hukum terus berupaya menyita harta milik pelaku korupsi di Indonesia. Contohnya, di KPK, jumlah uang dalam kasus korupsi bisa melonjak menjadi Rp100 miliar setelah asetnya dirampas. Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) juga berhasil merampas aset koruptor dengan nilai lebih dari Rp34 triliun dalam waktu singkat. Meskipun pengesahan UU terkait masih tertunda di DPR, Mahfud yakin DPR dapat menangani prioritasnya sendiri.

Mahfud menegaskan komitmennya untuk intensif dalam perampasan aset, bahkan mengusulkan kemungkinan pembuatan UU Pembuktian Terbalik di masa depan. Agus Sunaryanto dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menekankan pentingnya percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset sebagai langkah untuk melindungi keuangan negara dan memerangi berbagai kejahatan ekonomi. Ia menyoroti bahwa RUU ini akan membantu mengatasi berbagai kejahatan seperti perpajakan, pencucian uang, dan perdagangan manusia, serta mendorong pertanggungjawaban keuangan yang lebih baik bagi pelaku kejahatan.