Kerja sama antara Indonesia dan Republik Rakyat China telah meningkat dalam sektor ekonomi selama satu dekade terakhir. Namun, pandangan negatif dan kecurigaan terhadap China tetap ada di kalangan sebagian elite dan masyarakat Indonesia. Dalam hubungan dengan China, Indonesia tetap mempertahankan prinsip netralitasnya untuk menghindari risiko terhadap kedaulatan negara. Isu kedaulatan dianggap sensitif dan dapat memicu gelombang nasionalisme di Indonesia.
Pernyataan Johanes Herlijanto, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan dan Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), dalam seminar “Dancing with the Dragon? Indonesian and Malaysian Policies toward China” menyatakan bahwa Indonesia telah menjaga jarak yang sama dengan China dan kekuatan lainnya serta siap bertindak tegas dalam upaya menjaga kedaulatannya.
Contoh konkret dari tindakan tegas adalah respons Badan Keamanan Laut Indonesia terhadap Penjaga Pantai China yang masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia pada November 2024. Penggantian drone buatan China dengan drone buatan Turki di Kepulauan Natuna juga menunjukkan upaya Indonesia dalam mempertahankan kedaulatannya di tengah sifat asertif dan agresif China di Laut China Selatan.
Selain Indonesia, Malaysia juga menunjukkan kesiapannya untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran kedaulatannya. Pada tahun 2021, Malaysia bahkan mengerahkan pesawat tempurnya untuk menghalau pesawat Angkatan Udara China yang mendekati wilayah Malaysia di Serawak. Profesor Cheng-Chwee Kuik, seorang pakar Hubungan Internasional Malaysia, juga menggarisbawahi pentingnya sikap tegas dalam mempertahankan kedaulatan negara.