Volvo, salah satu produsen mobil terkemuka, awalnya berencana untuk beralih ke mobil listrik sepenuhnya pada akhir dekade ini. Namun, target ambisius itu kemudian direvisi menjadi memiliki 90 hingga 100 persen dari jajaran produknya sebagai hibrida plug-in atau kendaraan listrik sepenuhnya pada tahun 2030. Meskipun demikian, penjualan mobil listrik Volvo mengalami penurunan hingga 21 persen dan hibrida plug-in turun satu persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, CEO Volvo, Hakan Samuelsson, yakin bahwa industri otomotif akan beralih ke listrik dalam 10 tahun mendatang.
Volvo akan mempertahankan mesin pembakaran internal sebagai bagian dari portofolionya hingga akhir tahun 2030-an. Perusahaan ini juga memiliki rencana untuk meluncurkan XC70 yang akan dijual di luar China, dengan estimasi kedatangan di Eropa sekitar tahun 2027. XC70 ini akan menjadi model hibrida plug-in jarak jauh dengan baterai 39,6 kilowatt-jam yang mampu menempuh 112 mil.
Selain XC70, Volvo juga tengah merancang pengganti XC90 yang mungkin akan hadir pada tahun 2028 sebagai kendaraan listrik jarak jauh dengan jangkauan sekitar 100 mil. CEO Volvo melihat potensi pada extended-range electric vehicle (EREV) yang berfungsi sebagai mobil listrik dengan mesin cadangan. Meskipun Volvo telah menghentikan produksi mesin diesel, mereka tetap berniat untuk mempertahankan mesin bensin selama sekitar 15 tahun ke depan. Ini menunjukkan bahwa mesin pembakaran masih memiliki peran dalam masa depan mobil Volvo, meski rencana awal mereka menuju mobil listrik sepenuhnya mengalami penyesuaian.
Artikel ini merupakan gambaran tentang strategi Volvo dalam menghadapi evolusi pasar mobil menuju elektrifikasi. Meskipun tantangan penurunan penjualan terjadi, Volvo tetap berkomitmen untuk menghadirkan teknologi ramah lingkungan ke dalam produk-produknya dalam upaya mengikuti tren dan perkembangan industri otomotif global.












