Pada salah satu peristiwa baru-baru ini, dunia jurnalisme dikejutkan dengan kasus pembunuhan karakter terhadap seorang Pemimpin Redaksi dan Ketua Lembaga resmi negara, Nurjali. Hal ini terjadi setelah beberapa media online menerbitkan berita tanpa konfirmasi, verifikasi, dan tanggung jawab yang menyatakan bahwa Nurjali diduga ingin merampok mobil pengangkut minyak nelayan. Padahal, sebenarnya Nurjali sedang melakukan investigasi yang mendalam terkait temuan lapangan terkait penyaluran BBM subsidi 8 ton solar. Investigasi jurnalisme ini merupakan bentuk pengungkapan informasi tersembunyi terkait kejahatan, korupsi, atau ketidakadilan yang merugikan masyarakat. Prosesnya melibatkan riset, analisis data, wawancara mendalam, dan verifikasi fakta selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk membuktikan kebenaran.
Fokus pada isu sensitif seperti korupsi politik dan kejahatan berat serta pelanggaran perusahaan yang tidak selalu terlihat di permukaan. Proses jurnalisme investigatif yang panjang dan kompleks memerlukan waktu yang cukup lama untuk riset dan penulisan laporan. Kasus ini menjadi contoh bagaimana satu kalimat fitnah dapat menghancurkan reputasi dan kredibilitas seseorang dengan cepat. Nurjali dan beberapa wartawan lain melakukan peliputan investigatif dengan mengkonfirmasi langsung kepada pihak terkait dan mencari klarifikasi. Namun, tanpa konfirmasi kepada pihak yang dituduh, beberapa media langsung memainkan framing yang merusak reputasi pribadi dan organisasi Nurjali.
Pada akhirnya, Nurjali bersama pengacara senior akan menempuh jalur hukum atas pencemaran nama baik dan pelanggaran hukum terkait kasus ini. Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya media untuk berhenti melakukan penyebaran fitnah dan memberikan klarifikasi serta ralat yang tepat apabila terjadi kesalahan. Kebenaran bukan hanya milik satu pihak, tetapi menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga integritas dan kehormatan profesi jurnalis.












