Panggung Jazz Gunung 2025 Seri II di amfiteater alam Jiwa Jawa Bromo tak hanya menyajikan musik yang merdu di antara kabut dan lereng Gunung Bromo. Tahun ini, festival musik pegunungan paling bergengsi di Indonesia itu membuka diri pada suara-suara yang selama ini mungkin tak diharapkan hadir: cadas, bertenaga, dan penuh semangat—datang dari timur pulau garam, Madura.
Lorjhu’, band rock asal Sumenep, memulai malam pertama dengan berani menunjukkan energi distorsi rock pada panggung jazz yang biasanya lebih tenang. Mereka hadir sebagai representasi budaya Madura yang jarang terlihat dalam festival musik nasional, seperti Jazz Gunung.
Lorjhu’ tampil dengan formasi lengkap dan membawakan lagu “Nemor” yang menceritakan tentang kemarau panjang di Madura. Musik mereka keras, bising, tapi tetap puitis. Mereka membuktikan bahwa lirik lokal dapat diungkapkan melalui distorsi dan double pedal.
Kehadiran Lorjhu’ di Jazz Gunung menunjukkan keberanian untuk mengekspresikan suara lokal dan merayakan kebebasan ekspresi. Mereka membawa kekayaan budaya Madura ke ranah yang lebih luas, menarik perhatian pecinta musik dari berbagai tempat.
Penampilan Lorjhu’ adalah manifestasi dari misi Jazz Gunung untuk memberdayakan budaya lokal dan ekspresi musikal nonkonvensional. Mereka membuktikan bahwa budaya lokal dan bahasa daerah pantas mendapat panggung yang setara dengan ekspresi musik rock berbahasa Madura.
Lebih dari sekadar musik, penampilan Lorjhu’ di Jazz Gunung Bromo 2025 menjadi inspirasi bagi seniman-seniman lokal untuk percaya diri mengekspresikan identitas mereka sendiri tanpa harus mempertimbangkan selera pasar atau genre musik yang dominan. Mereka telah membuka jalan bagi gerakan advokasi ekspresi lokal dan memberikan inspirasi bagi musisi muda untuk merayakan keberagaman dalam musik.