Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Bab I Pengalaman]
Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman yang dilakukan oleh organisasi mereka di masa lalu.
Kisah heroik Iswahjudi adalah salah satu sorotan dalam sejarah TNI Angkatan Udara Indonesia. Dia adalah pelopor Angkatan Udara bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.
Sejarah bagaimana para pendahulu membentuk sebuah unit militer sangat penting bagi sebuah organisasi militer. Anggota organisasi militer perlu mengetahui pencapaian dan pengalaman pendahulunya.
Dengan mengetahui masa lalunya, anggota akan lebih terinspirasi dalam melaksanakan tugas mereka. Kita tahu bahwa setiap unit militer memiliki karakteristik yang berbeda, identitas, bahkan psikologi.
Sebuah unit militer terdiri dari sekelompok orang yang selalu berhadapan dengan bahaya. Mereka harus siap untuk kemungkinan terbunuh dalam tugas mereka setiap saat. Mereka dilatih untuk dikerahkan ke medan perang dan melaksanakan misi-misi yang sulit.
Marshall Pertama secara anumerta Iswahjudi lahir di Surabaya pada tahun 1918. Iswahjudi juga dikenal sebagai pelopor TNI Angkatan Udara Indonesia bersama Adisoetjipto, Abdulrachman Saleh, dan Husein Sastranegara.
Ia aktif berpartisipasi dalam militer sejak usia muda, seperti dalam Korps Aviator Sukarelawan (Vrij-Wilig Vliegers Corps atau VVC), yang dibentuk untuk mempertahankan pemerintah Belanda dari serangan Jepang. Pada satu kesempatan, ia ditunjuk sebagai satu-satunya sukarelawan Indonesia untuk menjadi agen Sekutu dalam misi rahasia di Jawa.
Ia juga terdaftar sebagai kadet pertama Sekolah Penerbangan Adisoetjipto. Karir penerbangannya gemilang. Pada periode pasca kemerdekaan, ia menjadi mahasiswa penerbangan di Maguwo. Pada Desember 1945, Iswahjudi bergabung dengan Angkatan Udara Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Adisoetjipto di Yogyakarta.
Iswahjudi kemudian ditunjuk sebagai Komandan pangkalan udara Maospati, di Madiun, pada tahun 1947, karena dedikasinya yang tanpa syarat. Selanjutnya, pada akhir tahun 1947, Iswahjudi ditunjuk sebagai pelopor pengembangan pangkalan udara Bukittinggi.
Setelah itu, Iswahjudi ditugaskan bersama Halim Perdanakusuma untuk mengambil kembali pesawat Avro Anson VH-BBY yang baru saja dibeli oleh pemerintah Indonesia. Namun, dalam perjalanan pulang mereka pada 14 Desember 1947, mereka mengalami cuaca buruk di Selat Malaka. Pesawat jatuh ke pohon di Tanjung Hantu, Perak, Malaysia. Keduanya meninggal saat bertugas.