Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, Indonesia punya peluang menggunakan nuklir dalam sektor transportasi laut. Foto/Puspen TNI
loading…
Jakarta – Pertemuan Menteri Pertahanan (Menhan) yang juga presiden terpilih, Prabowo Subianto dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow mengungkapkan ketertarikan Indonesia dalam menjalin kerja sama di bidang energi nuklir. Langkah ini mencerminkan strategi Indonesia untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan teknologi nuklir dalam berbagai sektor, termasuk transportasi laut di masa depan.
Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai, Indonesia mempunyai peluang untuk memperluas penggunaan energi nuklir dalam sektor transportasi laut.
“Lantaran teknologi propulsi nuklir menawarkan berbagai keuntungan, seperti efisiensi energi dan pengurangan emisi, yang sejalan dengan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan mengejar target nasional Net Zero Emission di tahun 2060,” katanya, Rabu (14/8/2024).
Keunggulan operasional kapal berpropulsi nuklir tidak hanya menawarkan efisiensi, tetapi juga mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Sektor maritim, yang menyumbang 2 sampai 3% dari total emisi karbon dioksida dunia, membutuhkan teknologi yang lebih bersih dan efisien. Dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, kapal nuklir dapat membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi sesuai Perjanjian Paris.
Ditambahkan olehnya bahwa kapal berpropulsi nuklir memiliki kemampuan berlayar dalam jangka waktu lama. “Kapal-kapal Ini akan berlayar tanpa perlu pengisian bahan bakar, maka sangat relevan bagi kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Kendati demikian, pengoperasian kapal nuklir memerlukan infrastruktur canggih, termasuk fasilitas untuk penanganan bahan bakar dan pengelolaan limbah radioaktif,” papar Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.
Saat ini di Indonesia, menurut Capt. Hakeng, masih terbatas dalam infrastruktur yang mendukung teknologi ini, dan investasi besar diperlukan untuk pembangunannya.
“Maka tantangan selanjutnya adalah regulasi yang ketat. Regulasi yang ketat serta jelas sangat diperlukan untuk memastikan keamanan operasional dan perlindungan lingkungan. Indonesia perlu mengembangkan regulasi yang sesuai dengan standar internasional dan bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk memastikan bahwa teknologi ini memenuhi persyaratan keselamatan global,” urai Capt. Hakeng.
Selain infrastruktur dan regulasi, tambah Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya tahun 2024 ini, pelatihan sumber daya manusia juga menjadi tantangan. Teknologi propulsi nuklir memerlukan tenaga kerja yang kompeten dan tersertifikasi untuk menangani bahan bakar nuklir dan sistem propulsi yang kompleks.