Serikat buruh di Banten menolak berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Mereka juga menolak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Penolakan itu dibahas mereka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lembaga Kerja Sama Tripartit Daerah (LKS Tripda) Provinsi Banten Unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Gedung Hotel Istana Nelayan, Jatiuwung, Kota Tangerang, Selasa (2/7/2024).
Wakil Ketua LKS TRIPDA Provinsi Banten Dedi Sudarajat menuturkan, penolakan UU P2SK dan PP Tapera tersebut merupakan hasil dari FGD yang disepakati oleh perwakilan perangkat organisasi buruh se-Provinsi Banten. Dedi juga Ketua DPD KSPSI Provinsi Banten ini mengatakan, hasil pembahasan FGD ini akan menjadi rekomendasi untuk para stakeholder.
“Ya kita tadi sampaikan buat rekomendasi tadi ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir, nanti rekomendasi itu kita sampaikan kepada DPR RI, presiden, Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menaker, LKS Tripartit nasional,” ujarnya.
FGD juga digelar untuk menyusun langkah-langkah sebelum PP turunan dari UU P2SK terbit, serta membuat kajian terkait dampaknya bagi pekerja peserta program JHT dan JP BPJS Ketenagakerjaan.
“Setelah kita kaji bersama melalui FGD kami buruh se-Banten sepakat menolak Undang-Undang P2SK tersebut, karena undang-undang itu sangat merugikan para tenaga kerja peserta program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan,” kata Dedi.
Dia mengungkapkan, terbitnya PP Tapera mendapatkan sorotan penting dari berbagai organisasi buruh di Banten. Dia membeberkan, buruh menganggap Tapera sebagai program paksaan yang merugikan para buruh.
“Jadi saya tegaskan kalau pemerintah masih terus menzalimi kaum buruh, saya pastikan seluruh perangkat serikat buruh se-Banten akan melakukan aksi besar penolakan dan membatalkan UU P2SK dan Tapera,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota LKS Tripda Banten Afif Johan mengungkapkan, pihaknya menolak UU P2SK terutama pada Bab tentang Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
“UU P2SK ini memang ditolak karena Bab JHT ini nantinya dengan ada UU P2SK itu ada dua akun, ada akun tetap dan ada akun tambahan, sementara kondisi ketenagakerjaan di Indonesia ini belum ideal,” katanya.