KH Zainul Arifin adalah salah satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) pada masa kemerdekaan Indonesia. Dia dikenal karena perannya dalam melindungi Presiden Soekarno dari percobaan pembunuhan selama salat Iduladha.
Zainul Arifin Pohan berperan penting dalam NU dan dikenal karena kemampuannya dalam debat dan pidato. Dia bahkan berhasil menjabat sebagai Ketua Cabang NU hanya dalam beberapa tahun setelah bergabung. Selain itu, dia juga terlibat dalam Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) serta dalam pembentukan pasukan semimiliter Hizbullah.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI pada akhir 1949, Zainul Arifin kembali ke parlemen sebagai wakil dari Partai Masyumi di DPRS. Pada tahun 1953, ia diangkat sebagai wakil perdana menteri dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I hingga 1955.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Zainul Arifin menjadi Ketua DPR GR untuk membendung kekuatan PKI di Parlemen. Pada 14 Mei 1962, saat salat Iduladha dilaksanakan, Zainul Arifin tertembak saat berada di sebelah kiri Soekarno, sementara di sebelah kanan ada Jenderal Abdul Haris Nasution.
Percobaan pembunuhan dilakukan saat salat kedua dengan tembakan senjata api dari jarak 5-6 meter. Meskipun terluka, Zainul Arifin berhasil melindungi Bung Karno. Dia kemudian dirawat di rumah sakit dan meninggal 10 bulan kemudian.
Kisah heroik ini memperlihatkan dedikasi Zainul Arifin dalam melindungi Soekarno selama salat bersama. Tanpa keberaniannya, sejarah Indonesia mungkin akan berbeda.