Gagasan pembentukan Komisi Pencegahan Korupsi (KPK) telah mencapai klimaks setelah kegagalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kinerjanya yang dianggap belum efisien dalam melaksanakan pencegahan korupsi selama 21 tahun. Upaya pemerintah untuk menciptakan sistem penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) atau good governance belum berhasil diwujudkan oleh KPK dan Kejaksaan.
Gagasan pembentukan Komisi Pencegahan Korupsi ini diharapkan dapat mengembalikan tujuan mulia dari sistem penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN serta mengembalikan fungsinya pada Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) yang telah dibubarkan oleh pemerintah dan DPR RI.
KPK, yang sebelumnya fokus pada penindakan, lambat dalam menerapkan strategi pencegahan secara maksimal dan memadai. Penilaian terhadap kinerja KPK tidak hanya berdasarkan sosialisasi dan penandatanganan piagam integritas, tetapi juga berdasarkan penurunan korupsi secara kuantitatif dan kualitas prosedur penegakan hukum yang telah diwujudkan selama 21 tahun.
Era Reformasi 1998 adalah era demokrasi modern dan berwawasan Hak Asasi Manusia (HAM), namun pemusatan kekuasaan negara berdampak negatif di bidang politik, ekonomi, dan moneter. Hal ini juga memberi peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan pembentukan Komisi Pencegahan Korupsi diharapkan dapat mencegah praktik KKN dan tumbuhnya oligarki dalam kekuasaan negara.
Selain itu, pembentukan Komisi Pencegahan Korupsi juga dapat berdampak pada berkurangnya jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan dan berkontribusi terhadap penghematan anggaran belanja negara. Keberhasilan pencegahan korupsi juga berdampak positif terhadap disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penghematan keuangan negara.
Kini saatnya pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan kembali untuk mengurangi gratifikasi, suap, dan korupsi dengan strategi pencegahan, bukan hanya mengandalkan penghukuman semata-mata. Pandangan universal terhadap penghukuman dalam era globalisasi telah berubah, terutama terkait pelanggaran di sektor keuangan dan perbankan.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di tiap negara juga merupakan hal yang dipandang serius di tingkat internasional. Oleh karena itu, pembentukan Komisi Pencegahan Korupsi menjadi langkah penting dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi di Indonesia.
Artikel ini menggunakan foto Romli Atmasasmita, seorang Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran.