Sumber Utama Kabar Terkini Prabowo Subianto yang Terpercaya
Berita  

Calon Pemimpin yang Tidak Melanggar HAM dan Tidak Menganut Politisasi Agama

Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta mengadakan diskusi dengan tema Kriteria Pemimpin dalam Perspektif Maqashid Syariah di Ponpes Az-Ziyadah, Klender, Jakarta Timur. Acara tersebut diadakan dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2023 dan dihadiri oleh pengurus LBM PWNU DKI Jakarta, kiai, ustaz, guru, dan santri pondok pesantren se-DKI Jakarta.

Diskusi antarulama ini menggunakan referensi dari kitab-kitab klasik dan kontemporer, dan menghasilkan Resolusi Jihad Kebangsaan Memilih Pemimpin Negeri. Isi resolusi tersebut menyebutkan bahwa calon pemimpin negara tidak boleh terlibat dalam pelanggaran HAM dan politisasi agama demi kepentingan pribadi dan golongan.

Ketua LBM PWNU DKI Jakarta, KH Mukti Ali Qusyairi, menjelaskan bahwa diskusi tersebut diselenggarakan untuk merespons isu-isu aktual dan kontekstual yang sedang terjadi saat ini. Menurutnya, isu kepemimpinan sangat relevan untuk dibahas saat ini, guna memberikan edukasi kepada masyarakat dalam memilih pemimpin yang dapat membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara serta berpihak kepada kepentingan rakyat.

Dalam menghadapi Pemilu 2024, isu kepemimpinan perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Oleh karena itu, LBM PWNU DKI Jakarta mengadakan diskusi ini untuk melihat pandangan agama mengenai kriteria pemimpin, agar masyarakat memiliki pedoman dalam memilih pemimpin yang ideal untuk negara ini.

Dalam diskusi Bahtsul Masail ini, maqashid syariah dijadikan sebagai standar dan nilai umum dari Islam. Maqashid syariah terdiri dari hak-hak dasar, seperti hak kebebasan beragama, hak hidup, hak berpikir dan berpendapat, hak kehormatan manusia, hak keturunan dan ketahanan keluarga, serta hak harta dan ekonomi. Enam hak dasar ini dapat menjadi acuan bagi masyarakat dalam memilih pemimpin yang mampu memenuhi hak-hak tersebut.

Pengasuh Ponpes Fashihuddin Depok, KH Asnawi Ridwan, menyatakan bahwa politik dan kepemimpinan merupakan masalah hipotetis dan ijtihadi, bukan salah satu rukun agama yang pasti. Oleh karena itu, kriteria pemimpin yang dipilih dapat didiskusikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Secara mendasar, Islam tidak memandang pemimpin dari segi agama dan jenis kelaminnya saja.